Melempar Jumrah: Simbol Perang Melawan Sifat Buruk dalam Diri Manusia
Melempar Jumrah: Simbol Perang Melawan Sifat Buruk dalam Diri Manusia
Sahabat Al-Fauzi, Jakarta- Jumrah adalah salah satu rangkaian ibadah dalam haji yang memiliki makna dan filosofi mendalam. Melempar jumrah bukan sekadar ritual fisik, melainkan simbol perlawanan terhadap godaan iblis serta usaha membersihkan diri dari sifat-sifat buruk yang melekat pada manusia. Prosesi ini mengingatkan kita untuk melawan musuh yang tidak tampak, yaitu iblis, yang terus menggoda manusia menuju jalan yang salah. Namun, melawan iblis tidak bisa dilakukan dengan menghancurkannya, karena iblis akan selalu ada hingga akhir zaman. Yang harus kita lakukan adalah memerangi sifat-sifat iblis dan setan dalam diri kita, seperti kesombongan, keserakahan, dan kebencian.
Melempar jumrah dilakukan di tiga tempat: Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah, yang masing-masing memiliki simbolismenya sendiri. Menurut Ali Rokhmad, seorang ahli bimbingan ibadah haji, melempar jumrah dapat diartikan sebagai upaya membebaskan diri dari sifat-sifat buruk yang diwakili oleh tiga tokoh dalam sejarah, yakni Qarun, Bal’am, dan Fir’aun. Mereka adalah contoh orang-orang yang durhaka kepada Allah dan menyebarkan kerusakan.
Siapa itu Qarun?
Qarun adalah sosok yang hidup pada zaman Nabi Musa AS, dikenal karena kekayaannya yang luar biasa. Namun, kekayaan ini justru membuat Qarun sombong dan angkuh. Dia merasa bahwa semua hartanya adalah hasil dari usahanya sendiri, bukan pemberian dari Allah SWT. Qarun tidak pernah bersyukur atau berbagi dengan orang yang membutuhkan, sebaliknya, ia menumpuk harta dan memamerkannya kepada orang lain. Kesombongan dan sikap pelitnya inilah yang akhirnya menyebabkan Allah menenggelamkannya bersama hartanya ke dalam bumi.
Melempar Jumrah Ula adalah simbol perlawanan terhadap sifat Qarun dalam diri kita, seperti keserakahan, keangkuhan, pelit, dan tidak bersyukur. Dengan melempar jumrah, jamaah diharapkan dapat merenungkan pentingnya menghindari sifat-sifat buruk tersebut dan lebih bersyukur serta rendah hati.
Siapa itu Fir’aun?
Fir’aun, dalam sejarah Islam, merujuk pada raja Mesir yang sangat sombong dan durhaka di zaman Nabi Musa AS. Fir’aun menolak ajaran Nabi Musa dan menganggap dirinya sebagai tuhan. Dia memaksa rakyatnya untuk menyembahnya dan menindas kaum Bani Israil. Sifat-sifat Fir’aun yang utama adalah kesombongan, kedurhakaan, dan zalim terhadap orang lain. Fir’aun juga dikenal karena menolak untuk bertobat meskipun sudah diberi banyak tanda-tanda oleh Allah SWT, hingga akhirnya dia dan pasukannya dihukum dengan tenggelam di Laut Merah.
Melempar Jumrah Aqabah adalah simbol perlawanan terhadap sifat Fir’aun, yakni kesombongan, zalim, dan penindasan. Dengan melontar jumrah, jamaah diharapkan bisa membersihkan dirinya dari sifat-sifat tersebut dan meneladani kerendahan hati serta ketaatan kepada Allah, seperti Nabi Musa dan para nabi lainnya.
Mengapa Melempar Jumrah Penting?
Selain sebagai bagian dari syarat haji, melempar jumrah mengajarkan jamaah untuk introspeksi diri. Sifat-sifat buruk seperti yang dimiliki oleh Qarun dan Fir’aun ada dalam setiap manusia. Ketika melempar batu ke jumrah, jamaah seakan-akan melemparkan sifat-sifat buruk itu keluar dari dirinya, dengan harapan menjadi pribadi yang lebih baik dan dekat kepada Allah SWT.
Kegiatan ini juga mengingatkan kita bahwa godaan duniawi seperti kekayaan, kekuasaan, dan kesombongan bisa menjauhkan kita dari jalan yang benar jika tidak dikelola dengan baik. Dengan melontar jumrah, jamaah berkomitmen untuk melawan godaan-godaan tersebut, sama seperti Ibrahim AS yang melawan setan saat diuji oleh Allah.
Setelah melontar jumrah, jamaah diharapkan mampu membuang semua sifat-sifat buruk dari diri mereka, seperti keserakahan (Qarun), ketidakjujuran dan pengkhianatan (Bal’am), serta kesombongan dan penindasan (Fir’aun), dan menggantinya dengan sifat-sifat yang baik, seperti ketaatan, kerendahan hati, dan kesederhanaan, sebagaimana yang diteladani oleh para nabi.
Dengan demikian, melontar jumrah bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga latihan spiritual untuk menumbuhkan sifat-sifat mulia dan menanggalkan sifat-sifat buruk dalam kehidupan sehari-hari.***