Di Balik Sai, Ada Air Mata dan Keajaiban yang Tak Pernah Kering Hingga Hari Ini!
Asal Muasal Sai: Jejak Ibu Tangguh di Padang Gersang
Di tengah teriknya gurun pasir, pada tanah gersang yang belum bernama, ada seorang ibu yang sedang berjuang sendirian. Namanya Hajar. Ia ditinggalkan suaminya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, di sebuah lembah sunyi yang kelak dikenal sebagai kota Makkah. Bersamanya hanya ada sang buah hati—bayi mungil bernama Ismail.
Bukan karena tidak sayang, Ibrahim pergi karena perintah Allah. Dan Hajar menerima dengan penuh keimanan. Tapi cobaan itu tidak berhenti sampai di situ.
Hari demi hari berlalu. Persediaan makanan dan air habis. Ismail menangis kehausan. Sebagai seorang ibu, Hajar tidak bisa hanya diam. Ia harus mencari air—meski di padang pasir tak ada tanda-tanda kehidupan.
Dengan penuh harap, Hajar berlari menuju Bukit Shafa. Ia menengok ke segala arah—mencari siapa tahu ada manusia, atau sekadar genangan air. Tapi kosong. Ia pun turun dan berlari menuju Bukit Marwah. Masih tak ada siapa-siapa. Ia kembali ke Shafa, lalu ke Marwah, berulang-ulang hingga tujuh kali.
Langkah-langkahnya bukan sekadar gerakan fisik. Itu adalah langkah putus asa yang penuh harapan, langkah ketakutan yang dibalut tawakal, langkah seorang ibu yang tak ingin melihat anaknya mati kehausan.
Dan di ujung ketujuh kalinya, saat ia telah mengerahkan seluruh tenaganya, di situlah pertolongan Allah datang. Malaikat Jibril turun, dan dari bawah kaki Ismail, muncullah mata air yang terus mengalir hingga hari ini. Air itu disebut Zamzam.
Sai: Dari Kisah Hajar, Menjadi Bagian Ibadah Jutaan Manusia
Apa yang dilakukan Hajar diabadikan dalam syariat Islam. Setiap Muslim yang menjalankan ibadah Haji dan Umrah, wajib mengikuti jejaknya—berlari kecil antara Bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
Ritual itu disebut Sai, dan maknanya sangat dalam. Ia bukan sekadar gerakan fisik, tapi perjalanan spiritual, yang mengajarkan:
•Bahwa ikhtiar harus dilakukan meski tampak tak ada jalan.
•Bahwa Allah melihat setiap usaha, bahkan yang paling sunyi dan sepi.
•Bahwa pertolongan bisa datang saat semua pintu terasa tertutup.
Hajar bukan nabi. Ia bukan raja. Ia hanya seorang ibu. Tapi perjuangannya diabadikan sebagai bagian dari rukun ibadah umat Islam sepanjang zaman. Sebuah penghormatan dari Allah untuk seorang perempuan yang tulus, kuat, dan yakin bahwa Tuhan tidak akan meninggalkannya.
Hari ini, ketika kita melaksanakan Sai, semoga kita tidak hanya menapakkan kaki antara dua bukit. Tapi juga menapakkan hati—untuk belajar bahwa di balik setiap ujian, selalu ada cahaya pertolongan Allah, selama kita mau berusaha dan percaya.

