Kenapa Jutaan Jemaah Indonesia Resah dengan Sistem Syarikah Haji? Ini Jawabannya!

Sistem Syarikah Haji 2025: Inovasi Layanan dan Tantangan Pemisahan Jemaah
Musim haji 2025 menandai perubahan signifikan dalam penyelenggaraan ibadah haji bagi jemaah Indonesia dengan diterapkannya sistem layanan berbasis syarikah. Sistem ini menggantikan peran Muassasah yang sebelumnya menjadi penyedia layanan haji di Arab Saudi.
Apa Itu Syarikah?
Syarikah adalah perusahaan swasta yang ditunjuk oleh pemerintah Arab Saudi untuk menyediakan layanan bagi jemaah haji dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Layanan yang diberikan meliputi akomodasi, transportasi, konsumsi, serta fasilitas lainnya selama pelaksanaan ibadah haji. Tujuan utama dari penerapan sistem syarikah ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas layanan, karena pelaksanaannya dilakukan oleh pihak swasta yang lebih kompetitif dan fokus pada pelayanan pelanggan.
Delapan Syarikah Melayani Jemaah Haji Indonesia
Pada tahun 2025, Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan delapan syarikah untuk melayani jemaah haji Indonesia. Delapan syarikah tersebut adalah:
1.Al-Bait Guests
2.Rakeen Mashariq
3.Sana Mashariq
4.Rehlat & Manafea
5.Al Rifadah
6.Rawaf Mina
7.MCDC
8.Rifad
Setiap syarikah memiliki tanggung jawab untuk melayani jemaah yang menjadi bagian kelompok atau kloternya masing-masing. Mereka mengatur berbagai kebutuhan mulai dari penginapan, jadwal perjalanan antar lokasi ibadah, hingga penyediaan konsumsi yang memadai.
Tantangan: Pemisahan Jemaah Akibat Sistem Syarikah
Implementasi sistem syarikah membawa tantangan, terutama terkait penempatan jemaah di Makkah. Penempatan jemaah haji Indonesia di Makkah dilakukan berbasis pada syarikah, bukan kelompok terbang (kloter). Pendekatan ini dilakukan agar proses mobilisasi dan layanan saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) berjalan optimal. Namun, hal ini menyebabkan beberapa pasangan suami istri, orang tua dan anak, serta jemaah lansia atau disabilitas dengan pendampingnya terpisah tempat tinggal karena berbeda syarikah. Kondisi ini menimbulkan ketidaknyamanan dan kekhawatiran di kalangan jemaah.
Solusi: Penggabungan Kembali Jemaah yang Terpisah
Menanggapi situasi tersebut, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi bersama Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta delapan syarikah penyedia layanan sepakat untuk menggabungkan kembali jemaah yang terpisah dalam satu hotel, meskipun berasal dari syarikah yang berbeda. Kesepakatan ini didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan dan kenyamanan jemaah.
PPIH telah menerbitkan edaran yang mengatur mekanisme penggabungan pasangan jemaah haji yang terpisah dalam penempatan di Makkah. Edaran ini ditandatangani Ketua PPIH Arab Saudi Muchlis M Hanafi dan terbit pada Sabtu, 17 Mei 2025. Dalam edaran tersebut, Ketua Kloter diminta untuk mendata jemaah yang termasuk dalam kategori pasangan terpisah, seperti suami dan istri, anak dan orang tua, serta jemaah lansia/disabilitas dan pendamping. Data tersebut harus segera disampaikan ke sektor untuk diproses lebih lanjut oleh Daerah Kerja (Daker) Makkah dalam rangka penggabungan.
Proses penggabungan kembali jemaah yang terpisah diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu maksimal 1x24 jam setelah kedatangan di Makkah. Bagi jemaah yang sudah berhasil bergabung dengan pasangannya namun belum melapor secara resmi, diminta untuk melapor kepada Ketua Kloter agar keberadaan mereka tercatat oleh syarikah dan tidak menimbulkan kendala saat pergerakan dari Makkah ke Arafah pada 8 Dzulhijjah 1446 H.
Penerapan sistem syarikah dalam penyelenggaraan haji bagi jemaah Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan dan kenyamanan jemaah selama menjalankan ibadah di Tanah Suci. Meskipun menghadapi tantangan awal, langkah-langkah mitigasi yang diambil menunjukkan komitmen semua pihak untuk memastikan kelancaran dan kenyamanan ibadah haji bagi jemaah Indonesia.
