Memudahkan Anda Menuju Baitullah

Kisah Sahabat yang Sedekah kepada Keluarga dan Kerabat

Kategori : Info Menarik, Ditulis pada : 03 Oktober 2023, 19:56:00

015030000_1528780160-perbanyak-sedekah-amalan-di-akhir-ramadan-yang-paling-dianjurkan.jpeg

Kisah Sahabat yang Sedekah kepada Keluarga dan Kerabat

Sedekah menjadi amalan pilihan bagi orang beriman, utamanya pada waktu-waktu istimewa seperti bulan Ramadhan. Baik dengan nominal kecil seperti memberi bingkisan berbuka puasa, maupun dengan nominal besar seperti sumbangan untuk pembangunan masjid, mushalla dan semisalnya.

Namun terkadang saking asyiknya bersedekah ke luar, orang lupa memerhatikan sanak kerabatnya. Padahal sedekah terhadap sanak kerabat itu lebih utama. Dalam hal ini ada kisah menarik dari para sahabat Abu Thalhah yang dapat dijadikan teladan.

Abu Thalhah yang dimaksud adalah Abu Thalhah Zaid bin Sahl Al-Anshari (wafat 34 H), seorang sahabat Anshar yang paling banyak memiliki kebun kurma. Di antara harta yang paling disukainya adalah kebun Bairaha yang menghadap Masjid Nabawi. Nabi Muhammad saw pun sering masuk ke kebun itu untuk sekadar mencicipi kurma atau meminum air segar dari mata air yang ada di dalamnya. Suatu ketika, turun ayat kepada Nabi Muhammad saw:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ آل عمران: 92

Artinya, “Tidaklah kalian memperoleh pahala yang sempurna (surga) sehingga kalian sedekahkan dari harta yang paling kalian cintai, dan apapun yang kalian sedekahkan, maka sungguh Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahuinya.” (QS Ali Imran: 92). (Al-Mahalli dan As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain, [Kairo, Darul Hadits], juz I, halaman 76). Mendengar ayat ini turun, ayat yang menganjurkan orang untuk menyedekahkan harta yang paling dicintainya, Abu Thalhah bergegas menghadap Nabi Muhammad saw dengan maksud menyedekahkan harta terbaik yang paling dicintainya.

“Wahai Rasulullah, sungguh Allah telah menurunkan kepadamu ayat: ‘Lan tanaalul birra hattaa tunfiquu mimaa tuhibbuun,’ sungguh harta yang paling aku sukai adalah kebun Bairaha, dan sungguh kebun Bairaha menjadi sedekah karena Allah Ta'ala. Aku mengharap kebaikan dan simpanan pahalanya di sisi Allah Ta'ala. Karenanya wahai Rasulullah, silakan tentukan pentasarufan kebun itu pada tempat yang Allah perlihatkan kepadamu,” seru Abu Thalhah kepada Nabi saw seiring keinginan mendapatkan pahala terbaik di sisi Allah dari sedekahnya.

Melihat semangat dan kesungguhan Abu Thalhah yang hendak menyedekahkan harta terbaiknya, kebun kurma Bairaha, Nabi Muhammad saw sangat terkagum-kagum, lalu menjawab:

بَخْ، ذَلِكَ مَالٌ رَابحٌ ، ذَلِكَ مَالٌ رَابحٌ ، وقَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ، وَإنِّي أَرَى أنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِيْنَ

Artinya, “Wah, kebun Bairaha itu adalah harta yang banyak keuntungannya, kebun Bairaha itu adalah harta yang banyak keuntungannya. Sungguh aku telah mendengar ucapanmu, dan sungguh sarankan agar agar kebun itu kau sedekahkan kepada para kerabatmu.” (HR Al-Bukhari Muslim).

Kisah Abu Thalhah dan kebun Bairaha ini dapat dibaca lebih lengkap dalam banyak kitab hadits. Di antaranya dalam Shahih Al-Bukhari (II/350), Shahih Muslim (III/79), Riyadhus Shalihin (I/204), Sunan An-Nasai (VI/311), dan selainnya. Setelah mendapatkan petunjuk dari Nabi Muhammad saw, Abu Thalhah kemudian melaksanakannya. Ia kemudian menyedekahkan kebun kurma Bairaha yang menghadap Masjid Nabawi itu kepada para kerabat dan anak pamannya.

Secara lebih detail, merujuk riwayat dalam Marasil Abi Bakr bin Hazm, kebun kurma Bairaha itu kemudian oleh Abu Thalhah disedekahkan kepada kerabatnya, yaitu Ubai bin Ka'b, Hassan bin Tsabit, Syaddad bin Aus, dan Nubaith bin Jabir. Kemudian mereka menghitung harganya. Hassan bin Tsabit kemudian menjual bagiannya kepada Muawiyah seharga 100 ribu dirham, kurang lebih senilai Rp.400 juta rupiah bila dikonversikan. (Ibnu Allan, Dalilul Falihin, juz II, halaman 426).

Dari kisah ini Ibnu Allan mengambil hikmah, bahwa bersedekah dengan harta terbaik kepada kerabat terdekat adalah lebih utama daripada kepada selainnya. (Ibnu Allan, I/37). Melihat kisah teladan ini kiranya semangat bersedekah ke pihak luar, utamanya dalam waktu-waktu mulia seperti bulan Ramadhan tidak membuat kita lupa untuk lebih memperhatikan dan bersedekah kepada sanak kerabat. Sebab bersedekah kepada sanak kerabat lebih utama. Wallahu a'lam.

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id