Kemampuan Untuk Berhaji
Sahabat Al-Fauzi News - Kemampuan Untuk Berhaji.
Artikel kali ini membahas makna "istitha'ah": kemampuan dalam syarat kewajiban melaksanakan ibadah haji.
Kajian ini membahas makna "istitha'ah": kemampuan dalam syarat kewajiban melaksanakan ibadah haji. Dalam redaksi kitab An-Nashaih ad-Diniyyah wal Washaya alImaniyyah, disebutkan:
واعلموا معاشر الإخوان ء جعلنا الله وإياكم من الذين سبق لهم منه الحسنى، ومن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا : أن الحج إلى بيت الله الحزام أحد مباني الإسلام، وهو فرض لازم محتوم على كل مسلم مستطيع في العمر مرة وكذلك العمرة. قل الله تعلى: (وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا) ال عمران ١٩٧
Ketahuilah saudara-saudara sekalian, semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang telah mendahului dalam kebaikan, dan menjadi bagian orang-orang yang mengatakan, "Rabb kami adalah Allah kemudian istiqamah." Sesungguhnya berhaji ke baitullah adalah salah satu bangunan Islam, dan merupakan kewajiban yang tidak terelakkan bagi setiap muslim yang mampu sekali seumur hidup, begitu juga dengan umrah. Allah subhanahu wata'ala berfirman: “Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana” (QS. Ali 'Imran/3: 197).
Haji merupakan satu kewajiban dalam Islam yang harus dilaksanakan sekali seumur hidup, begitu juga umrah. Dalam Surat Ali 'Imran ayat 97 Allah subhanahu wata'ala berfirman:
فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
Artinya: “Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS. Ali 'Imran ayat 97)
Dan diantara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji. Haji juga merupakan bagian dari rukun Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam :
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الَّرحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهِ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : بُنِيَ الإسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ, وَحَجِّ الْبَيْتِ, وَصَوْمِ رَمَضَانَ. (رواه البخاري و مسلم)
Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab radhiyallahu anhuma berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Islam dibangun atas lima pekara : (1) Persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan ibadah haji, dan (5) berpuasa Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam dibangun atas lima pondasi yang kita kenal sebagai rukun Islam. Rasulullah juga bersabda bahwa seseorang yang memiliki kemampuan berupa bekal yang cukup dan kendaraan yang layak kemudian dia tidak berhaji, maka diberi pilihan untuk mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ وَلَمْ يَحُجَّ فَلَا عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ { وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا }
“Barangsiapa yang memiliki bekal dan kendaraan yang cukup untuk dijadikan bekal ke Baitullah, namun dia tidak pergi haji, aku tidak peduli jika dia mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani. Karena Allah berfirman dalam kitabNya: 'Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).
وفي هذا التشديد على من يترك الحج مع الا ستطا عة فلا ينبغي للمؤمن أن يؤخر ويتكاسل ويسوف، ويتعلل با لأنذار من سنة، وهو مع ذلك مستطيع، وما يدريه لعل المو ت ينزل به أو تذهب استطا عته، وقد استقر الحج في ذمته لتمكنه منه فليقى الله تعلى عاصيا آثماّٖ
Ini merupakan ancaman dan peringatan yang amat keras bagi hamba Allah yang memiliki kemampuan untuk berhaji namun tidak menunaikannya dengan kemampuan itu. Tidak pantas bagi seorang yang beriman untuk menunda-nunda kewajiban berhaji dari tahun ke tahun dengan alasan yang tidak masuk akal. Sementara dia tidak menyadari bahwa barangkali kematian akan sampai kepadanya atau kemampuan berhaji itu hilang padahal telah ditetapkan kewajiban haji baginya karena kemampuan itu, maka dia menghadap Allah dalam keadaan bermaksiat dan berdosa.
Istitha’ah pada dasarnya berlaku pada ibadah lain. Shalat diwajibkan dengan berdiri, bagi yang tidak mampu boleh duduk, yang tak mampu duduk bisa berbaring dan seterusnya. Puasa Ramadhan juga dibebankan kepada yang mampu, yang berhalangan wajib menggantinya di luar Ramadhan. Demikian juga zakat, hanya wajib bagi memenuhi syarat kepemilikan harta dengan standar minimum yang disyariatkan dalam syariat. Istitha'ah yang dimaksud dalam berhaji adalah :
والاستطاعة أن يملك الإنسان ما يحتاج إليه في سفره إلى الحج ذهابا ورجوعا من زاد ومركوب ما في معنى ذلك مما لا بد له منه، ونفقة من تلزمه نفقته من الأولاد والأزواج ونحو هم إلىوقت رجوعه. وتختلف الا ستطاعة با ختلاف الناس، وبا ختلاف الأماكن في القرب والبعد وتختلف الا ستطاعة باختلاف الناس، وباختلاف الأماكن في القربوالبعد.
Kemampuan adalah ketika seseorang memiliki apa yang dibutuhkan dalam perjalanannya menuju haji pulang-pergi berupa perbekalan dan kendaraan dan yang semakna dengannya.Juga nafkah bagi yang wajib dinafkahinya dari anak istri sampai waktu kepulangannya. Kadar kemampuan ini bervariasi menurut ukuran setiap orang, dan menurut tempat berdasarkan dekat dan jauh.
ومن تكلف الحج شوقا إلىبيت الله وليس بمستطيع من كل الوجوه فإيمانه اكمل، وثوابه أعظم وأجزل، ولكن بشر ط أن لا يضيغِّ بسبب ذلك من حقوق الله تعالى لا في سفره ولا في وطنه، وإلا كان آثما وفي حرج،...
Dan barangsiapa yang memaksakan diri untuk menunaikan ibadah haji karena rindu baitullah padalahal ditinjau dari segala sisi tidak mampu mengerjakannya, maka imannya lebih sempurna, dan pahalanya lebih besar dan lebih banyak.
Tetapi dengan syarat bahwa dia tidak menghilangkan salah satu hak Allah subhanahu wata'ala karenanya, baik dalam perjalanannya maupun di tanah airnya, jika tidak maka ia berdosa dan menanggung malu. Seperti ketika bepergian dan meninggalkan suatu kewajiban. Berupa memberikan nafkah bagi yang tidak memiliki apa-apa, atau dalam perjalanannya mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan semua urusannya, hatinya sibuk mencari mereka, atau meninggalkan shalat wajib, atau dia jatuh ke dalam sesuatu yang terlarang. Orang yang melakukan perjalanan haji seperti ini bagaikan orang yang membangun istana tetapi menghancurkan kotanya.
Padahal Allah subhanahu wata'ala telah memberi keluasaan dalam perkara haji ini dan dia adalah benar-benar di posisi hamba bagi Allah subhanahu wata'ala dalam pelaksanaannya secara ekstrim. Sayangnya orang-orang biasa yang melakukan perjalanan dengan cara ini, dan mereka berpikir bahwa mereka semakin dekat dengan Allah subhanahu wata'ala.
Penulis kitab mengingatkan hal ini, karena banyak dari mereka yang tidak memasuki masalah dari pintunya. Penulis kitab mengingatkan agar tidak memaksakan hal ini.
Sayangnya orang-orang biasa yang melakukan perjalanan dengan cara ini, dan mereka berpikir bahwa mereka semakin dekat dengan Allah subhanahu wata'ala dengan berhaji ke baitullah padahal mereka benar-benar dalam puncak kehambaan kepada-Nya.
Penulis kitab mengingatkan karena banyak dari mereka yang tidak memasuki masalah melalui pintunya. Dan jika ini dalam perkara haji wajib, maka ketahuilah bahwa dalam haji yang tidak wajib, lebih ditekankan lagi.