Ketenangan Jiwa Sumber Kebahagiaan
Ketenangan Jiwa Sumber Kebahagiaan
Keresahan dan kegelisahan yang menerpa jiwa manusia, biasanya disebabkan oleh berkecamuknya pikiran yang bersifat negatif. Pikiran yang timbul pada kekhawatiran mengenai terjadinya berbagai keburukan dan musibah yang menimpa mereka.
Padahal kejadian yang amat ditakuti itu belum tentu terjadi menimpa mereka.
Keadaan seperti ini biasanya dialami oleh orang-orang yang tidak mau bertawakkal kepada Allah SWT, tidak tertarik untuk mengikuti petunjuk-Nya. Padahal, barang siapa yang berpasrah diri pada ketentuan Allah dan bertawakkal kepada-Nya, ia akan memperoleh berbagai kemudahan dalam mengatasi kesulitan.
Ia juga memperoleh kesuksesan dalam berbagai aktivitasnya.
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu," (QS. Al-Thalaq, 65:03).
Bagi setiap manusia yang berpasrah diri pada ketentuan Allah dan bertawakkal kepada-Nya, akan memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa, yang menjadi pangkal dari kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Banyak sekali tuntunan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah yang mengarahkan umat manusia agar mencapai kebahagiaan hakiki, dengan jalan bertawakkal dalam segala aspek kehidupannya.
Umat manusia diarahkan agar senantiasa beribadah kepada Allah dan beramal shaleh dengan sepenuh hati sampai datangnya akhir kehidupan yang selalu diyakini akan terjadi, cepat atau lambat.
وَٱعۡبُدۡ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأۡتِيَكَ ٱلۡيَقِينُ
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)," (QS. Al-Hijr, 15:99).
Manusia mukmin yang senantiasa berdzikir, memikirkan tentang keagungan Allah dan menghayati karunia-Nya, akan memperoleh ketenangan jiwa dan ketentraman batin. Setelah melakukan zikir, dilanjutkan dengan bertasbih mensucikan Allah SWT pada setiap saat, maka kesuksesan demi kesuksesan akan segera diraih.
Kesuksesan itu akan dirasakan secara mendalam bersama kehidupan yang dijalaninya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةٗ وَأَصِيلًا
"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang," (QS. Al-Ahzab, 41-42).
Mengenai rizki, kesuksesan dalam meniti karir, tentang kedudukan yang sering menggundahkan hati manusia, tidak perlu dirisaukan. Karena segala rizki, kedudukan, pangkat dan kesuksesan semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT..Ketentuan itu bersifat eksak atau pasti, tidak bisa diubah oleh usaha manusia meskipun dengan sungguh-sungguh dan berusaha secara maksimal, serta dilakukan dengan berbagai cara. Mengenai kepastian rizki yang diberikan Allah kepada semua makhluk-Nya telah dijamin dengan pasti. Apalagi manusia yang memiliki fisik yang sempurna, memiliki akal, pikiran dan kalbu, bahkan hewan yang melata pun, sampai hewan yang hidup di dalam batu, rizkinya ditanggung oleh Allah SWT.
۞وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ
"Dan tidak ada suatu hewan melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)," (QS. Hud, 11:06).
Kehidupan di dunia hanya merupakan kebahagiaan yang semu, sebagai permainan dan senda gurau semata. Sementara kehidupan akhirat yang kekal, sering dilupakan. Bahagia atau celaka yang sesungguhnya adalah kehidupan di akhirat. Kebahagiaan di akhirat adalah kebahagiaan hakiki yang bersifat abadi. Kesengsaraan di akhirat juga merupakan kesengsaraan dan penderitaan yang hakiki dan bersifat kekal.
Dengan demikian, betapa ruginya mereka yang menginginkan kemewahan dunia yang akan lenyap dan sirna. Sebaliknya, betapa beruntungnya mereka yang mengejar kebahagian duniawi yang bersifat sementara dan kebahagiaan ukhrawi yang bersifat kekal.
وَمَا هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا لَهۡوٞ وَلَعِبٞۚ وَإِنَّ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَ لَهِيَ ٱلۡحَيَوَانُۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui". (QS. Al-Ankabut, 29-64).
Segala jenis bencana yang menimpa manusia, berat atau ringan, seluruhnya telah ditetapkan atau ditakdirkan oleh Allah SWT. Ketetapan itu telah ditulis di Lauh al-Mahfudz, jauh sebelum diciptakannya alam semesta dengan segala isinya dan peristiwanya yang amat menakjubkan.
Selain bencana, kesuskesan yang diraih umat manusia, tinggi atau rendahnya juga telah ditetapkan sebagaimana ditetapkannya bencana. Semua itu dalam rangka memberikan pendidikan pada umat manusia agar ia tidak terlalu bergembira pada saat meraih kesuksesan. Demikian juga, tidak berputus asa pada saat menghadapi bencana atau kesusahan.
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ لِّكَيۡلَا تَأۡسَوۡاْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا تَفۡرَحُواْ بِمَآ ءَاتَىٰكُمۡۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٍ
"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (QS. Al-Hadid, 57: 22-23).