Memudahkan Anda Menuju Baitullah

Islam dalam Lintasan Sejarah Turki

Kategori : Info Menarik, Info Umroh dan Haji, Wisata, Ditulis pada : 10 Oktober 2024, 10:56:11

_ (1).jpegIslam dalam Lintasan Sejarah Turki

 

Sahabat Al-Fauzi, Jakarta- Sejarah Islam di Turki dimulai ketika wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Kerajaan Bizantium, yang merupakan bagian dari Kerajaan Romawi selama sekitar empat abad pada awal abad Masehi. 

Pada tahun 395, Kerajaan Romawi terpecah menjadi dua bagian: Romawi Barat dan Romawi Timur. Romawi Timur yang dikenal sebagai Bizantium, mengubah namanya menjadi Konstantinopel dan menjadikannya sebagai ibukota. Sementara itu, Romawi Barat jatuh ke tangan suku barbar, Goth sekitar tahun 476 M.

Selanjutnya, pada abad ke-12 Konstantinopel ditaklukkan oleh Kesultanan Utsmaniyah yang dipimpin oleh Muhammad al-Fatih. Penaklukan ini menandai masa keemasan Kerajaan Turki Ottoman, yang ditandai oleh penguatan nilai-nilai keagamaan Islam. Istanbul kemudian menjadi ibukota Kesultanan Utsmaniyah.

Era Utsmaniyah

Dengan berdirinya Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1453, pengaruh Islam semakin kuat di Turki. Banyak gereja peninggalan Bizantium, termasuk Hagia Sophia, dialihfungsikan menjadi masjid, menandakan transisi besar dalam praktik keagamaan masyarakat. Dominasi Islam berlanjut hingga tahun 1920-an, menciptakan identitas kuat yang terkait dengan kekhalifahan.

 Era Modern

Setelah Kesultanan Utsmaniyah runtuh dan Republik Turki didirikan pada tahun 1923, terjadi pergeseran besar dengan pengenalan negara sekuler. Atatürk, sebagai pendiri republik, melarang banyak simbol Islam dan memberikan kebebasan bagi agama lain untuk berkembang. Perubahan ini termasuk penggantian kalender Hijriyah dengan kalender Masehi dan penggunaan istilah "Tanrı" alih-alih "Allah." Hagia Sophia diubah menjadi museum, pengajaran agama Islam dibatasi, dan pembangunan masjid ditekan.

Pada masa Reformasi Turki pada tahun 1945, setelah kontrol politik yang lebih longgar, masyarakat mulai mendesak untuk menghidupkan kembali praktik keagamaan. Di tahun 1950-an, beberapa pemimpin politik merasa penting untuk mendukung suara agama dalam pendidikan. 

Pemerintah mendirikan fakultas keilahian di Universitas Ankara pada tahun 1949 untuk melatih guru dan imam Islam. Sekolah menengah imam HATIP juga didirikan, meski awalnya perkembangannya lambat. Namun, jumlahnya meningkat pesat menjadi lebih dari 250 pada tahun 1970-an, seiring dengan keterlibatan partai pro-Islam dalam pemerintahan.

Setelah kudeta militer pada tahun 1980, meskipun orientasinya sekuler, militer melihat agama sebagai alat untuk melawan ideologi sosialis. Ini mendorong peningkatan jumlah sekolah imam dan rehabilitasi politik Islam. Pemimpin sekuler kanan-tengah mulai melihat agama sebagai potensi dalam menghadapi tantangan ideologis.

Salah satu kelompok yang berpengaruh dalam konteks ini adalah Hearth Cendekiawan, yang mengajukan gagasan bahwa budaya Turki merupakan perpaduan antara tradisi pra-Islam dan Islam. Mereka berargumen bahwa Islam adalah bagian integral dari identitas budaya Turki yang dapat membantu menjaga tatanan sekuler.

Setelah kudeta militer 1980, banyak rekomendasi dari Hearth diadopsi untuk restrukturisasi sistem pendidikan dan penyiaran negara. Namun, lebih dari 2.000 intelektual dengan pandangan kiri dikeluarkan dari lembaga-lembaga negara, menciptakan kekosongan dalam diskursus intelektual.

Di pertengahan 1990-an, meskipun pengaruh tarekat tetap signifikan, muncul pula intelektual Islam baru yang tidak terikat pada ordo Sufi tradisional. Intelektual seperti Ali Bulaç dan Rasim Özdenören memanfaatkan pengetahuan dari filsafat Barat untuk mengembangkan pandangan Islam modern. Mereka menantang pemikiran sekuler yang dinilai mengabaikan nilai-nilai agama, yang memicu debat menarik dalam masyarakat Turki, mengungkapkan dinamika kompleks antara tradisi dan modernitas. ***

 

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id