Memudahkan Anda Menuju Baitullah

Sejarah dan Perkembangan Kalender Hijriah

Kategori : Info Menarik, Umrah, Haji, Info Umroh dan Haji, Ditulis pada : 17 Oktober 2023, 01:08:15

ilstrsi-hijrah-e1625394302553.jpeg

Sejarah dan Perkembangan Kalender Hijriah

Sahabat Al-Fauzi News - suatu sore, di salah satu sudut Kota Madinah, para sahabat terlihat sedang memperhatikan Khalifah Umar bin Khattab yang tengah dirundung gelisah. Pasalnya, di hari sebelum ini, Amirul Mukminin baru saja menerima sebuah surat berisi dokumen pertanggungjawaban Abu Musa Al-Asy’ari yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Basrah.

Sejak dua setengah tahun melanjutkan kepemimpinan Abu Bakar, Umar menyadari bila surat-surat penting kekhalifahan baik berupa surat masuk maupun surat keluar mengandung kecacatan karena tidak pernah disertai dengan penanggalan yang jelas.

Muhyiddin khazin dalam Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik (2008) menerangkan, jika beberapa arsip bahkan luput dari catatan tahun pembuatannya. Sedangkan surat yang tanpa menyertakan titi mangsa akan menuai masalah dan menjadi persoalan serius bagi administrasi negara.

Musyawarah sahabat Michael H. Hart dalam The 100: A Ranking of the Most Influential Person in History (1978) menempatkan Umar menjadi satu-satunya pemimpin kaum muslimin setelah Nabi Muhammad saw yang mempunyai pengaruh luas. Selain karena prestasi penyebaran agama Islam yang sangat gemilang, pada masa 10 tahun periodenya, ia juga berhasil mengaplikasikan sebuah konsep negara berlandaskan pemerintahan modern, melanjutkan apa yang pernah dirintis Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar.

Dengan visi yang melampaui pikiran zamannya, Umar seketika menunjukkan sikap responsif saat menemui kejanggalan pada surat-surat tersebut. Ia langsung membentuk forum musyawarah berisi para sahabat terpilih guna menyelesaikan masalah krusial itu.

Pada poin pertama, mereka semua sepakat bahwa perlu adanya suatu sistem penanggalan resmi yang diperuntukkan buat kepentingan Islam. Wacana ini dianggap cukup mendesak sebab dalam beberapa hal, ajaran Islam yang meliputi ibadah dan non-ibadah punya hubungan erat dengan urusan waktu.

Peserta lain berpendapat kalau lebih bagus pijakannya adalah ketika Rasul memperoleh wahyu pertama. Pihak selanjutnya tak mau kalah, ia menyarankan agar hari wafatnya Nabi Muhammad yang jadi patokan. Musyawarah pun sempat menuai kebuntuan. Hingga akhirnya para sahabat dibuat terpana oleh solusi cerdas dari seorang pemuda yang mengusulkan jika kronik hijrahnya Nabi dan umat Islam adalah jalan tengah atas perselisihan tersebut.

Usul ini ternyata diterima peserta musyawarah. Tak berlangsung lama, khalifah Umar lalu menetapkan penggunaan kalender resmi milik umat Islam pada 8 Rabi’ul Awal tahun 17 H. 17 tahun setelah hijrahnya Nabi. Jika diasosiasikan ke dalam hitungan Masehi, maka sistem penanggalan Islam dimulai sejak 15 Juli tahun 622. Kalendernya disebut Hijriah dan pemuda yang mengusulkan gagasan tadi bernama Ali bin Abi Thalib.

Sistem penghitungan Berbeda dari penanggalan Masehi yang berpatokan pada rotasi matahari, penanggalan Hijriah atau disebut juga penanggalan Komariah berkonsentrasi pada rotasi bulan. Setahun dalam penanggalan Hijriah ini lebih pendek 11 sampai 12 hari dari penanggalan Masehi atau kalender Solar. Adapun nama-nama bulan yang masuk ke sistem penanggalan ialah sebagai berikut: Muharam, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah.

Sebut saja Imam al-Suyuti dalam Tafsir al-Jalalain, ia menjelaskan bahwa Ka’bah ini mula-mula dibangun oleh malaikat, sebagai berikut:

بناه الملائكة قبل خلق آدم ووضع بعده الأقصى وبينهما أربعون سنة كما في حديث الصحيحين وفي حديث " أنه أول ما ظهر على وجه الماء عند خلق السماوات والأرض زبدة بيضاء فدحيت الأرض من تحته"

Artinya: “Baitullah ini didirikan oleh malaikat sebelum diciptakannya Adam dan setelah itu diletakkan Masjid Al-Aqsa dan jarak antara keduanya 40 tahun sebagaimana tersebut dalam kedua hadis sahih. Pada sebuah hadis lain disebutkan bahwa Ka’bah yang mula-mula muncul di permukaan air ketika langit dan bumi ini diciptakan sebagai buih yang putih, maka dihamparkan tanah bumi dari bawah Ka’bah.” (Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir al-Jalalain, QS Ali Imran: 96, [Surabaya, Dar al-Ilm, tanpa tahun], halaman 57).

Pada penafsiran lain, disebutkan bahwa Ka’bah didirikan oleh Nabi Adam as. Syekh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid li Kasyf Ma’na Qur’an al-Majid menyebutkan hadis Nabi Saw yang bersabda:

(روي أنه صلى الله عليه وسلم سئل عن أول بيت وضع للناس فقال المسجد الحرام ثم بيت المقدس وسئل كم بينهما فقال أربعون سنة) أي أن آدم بنى الكعبة ثم بنى الأقصى وبين بنائهما أربعون سنة

Artinya: “Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw ditanya tentang rumah Ibadah pertama yang dibangun untuk manusia, Nabi bersabda; “Masjidil Haram, lalu Masjid Al-Aqsa.” Kemudian ditanya berapa jarak antara keduanya, Nabi bersabda; “40 tahun.” (HR Bukhari-Muslim). Syekh Nawawi menjelaskan hadis tersebut: “yakni Nabi Adam yang membangun Ka’bah kemudian Masjid Al-Aqsa, antara kedua pendirian tersebut adalah 40 tahun.” (Nawawi al-Bantani, Tafsir Marah Labid li Kasyf Ma’na Qur’an al-Majid, QS Ali Imran: 96, [Surabaya, Dar al-Ilmi, tanpa tahun], halaman 110).

Menurut Syekh Nawawi, Baitullah ini diletakkan pertama kali sebagai kiblat para nabi, rasul, dan orang-orang mukmin sebagai arah shalat mereka. Sebab, kewajiban shalat sudah lazim terbebani pada seluruh nabi berdasarkan firman Allah Swt dalam surat Maryam ayat 58, yang berbunyi:

اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ مِنْ ذُرِّيَّةِ اٰدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوْحٍۖ وَّمِنْ ذُرِّيَّةِ اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْرَاۤءِيْلَۖ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَاۗ اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيٰتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوْا سُجَّدًا وَّبُكِيًّا

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yakni para nabi keturunan Adam, orang yang kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, keturunan Ibrahim dan Israil (Ya’qub), serta orang yang telah Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih, mereka tunduk, sujud, dan menangis.”

Kemudian Syekh Nawawi memberikan komentar:

فدلّت الآية على أن جميع الأنبياء عليهم السلام كانوا يسجدون لله والسجدة لا بد لها من قبلة فلو كانت قبلة شيث وإدريس ونوح عليهم السلام موضعا آخر سوى الكعبة لبطل قوله تعالى "إن أول بيت وضع للناس للذي ببكة" فوجب أن يقال أن قبلة أولئك الأنبياء المتقدمين هي الكعبة فدل هذا أن هذه الجهة كانت أبدا مشرفة مكرمة

Artinya: “Ayat ini menunjukkan bahwa seluruh para nabi telah sujud kepada Allah Swt dan sujud itu semestinya memiliki arah kiblat. Jika kiblatnya Nabi Syits, Idris, dan Nuh, berada di tempat selain Ka’bah, maka batallah firman Allah Swt; “sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia berada di Bakkah” (QS Ali Imran ayat 96). Oleh sebab itu, patut dikatakan bahwa Ka’bah adalah arah kiblat seluruh para nabi. Hal ini menunjukkan bahwa arah kiblat ke Ka’bah itu tetap dimuliakan selamanya.” (al-Bantani, Tafsir Marah Labid li Kasyf Ma’na Qur’an al-Majid, QS Ali Imran: 96, halaman 111).

Pada sisi lain, penafsiran bahwa Ka’bah didirikan Nabi Ibrahim as datang salah satunya dari Imam Ibn Katsir. Ketika menafsirkan lafaz Bakkah, Ibn Katsir menghendaki maknanya adalah Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Penafsiran tersebut dikuatkan dengan ungkapan Sayyidina Ali ra yang berkata:

حدثنا أبي, حدثنا الحسن بن الربيع, حدثنا أبو الأحوص, عن سماك, عن خالد ابن عرعرة قال : قام رجل إلى علي فقال: ألا تحدّثني عن البيت : أهو أول بيت وضع في الأرض؟ قال: لا, ولكنه أول بيت وضع فيه البركة مقام إبراهيم, ومن دخله كان آمنا

Artinya: “Dari Khalid ibn Ar’arah berkata; seorang laki-laki berdiri lalu menghampiri Ali ra dan bertanya, “berkenankah engkau menceritakan kepadaku tentang Baitullah, apakah ia merupakan rumah yang mula-mula dibangun di bumi?” Ali menjawab, “tidak, tetapi Baitullah merupakan rumah yang pertama dibangun mengandung berkah, yaitu Maqam Ibrahim. Barang siapa yang memasukinya, maka amanlah dia.” (Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, Jilid 2, QS Ali Imran: 96, halaman 78).

Menurut Ibn Katsir, ungkapan Sayyidina Ali itu menunjukkan bahwa Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim, bukan dibangun oleh Nabi Adam, atau para malaikat, sebagaimana ditafsirkan oleh orang lain. Sebab, yang dimaksud dengan sebutan ‘rumah pertama’ (أول بيت) itu adalah rumah yang dibangun atas naungan berkah untuk tujuan ibadah. Dalam al-Bidayah wa an-Nihayah, ia mengutip ungkapan Hasan al-Basri, Mathar al-Warraq, dan Sa’id ibn Jubair, sebagaimana ditarjih Ibn Jarir dalam tafsirnya:

هكذا قال الحسن البصري ومطر الوراق وسعيد بن جبير وهو الذي رجحه ابن جرير في تفسيره, وهو الذي لا شك فيه لأن الحال في قوله : (مباركا) ]آل عمران : 96[ دال على ذالك كأنه قال: أول بيت وضع على البركة : أي حال كونه مباركا للذي ببكة, وهذا لا ينفي أن يكون وضع قبله بيوت كثيرة للمسلمين وغير ذالك فدل ذالك على أن إبراهيم عليه السلام هو أول من بنى المسجد الحرام

Artinya: “Tiada keraguan lagi bahwa kata ‘Mubaraka’ (مباركا) [QS Ali Imran: 96] itu menunjukkan Baitullah sebagai rumah yang pertama kali dibangun atas keberkahan, yakni rumah yang di dalamnya memiliki berkah itulah Bakkah. Hal ini tidak menafikan bahwa sudah ada rumah-rumah sebelum masa itu, yang dibangun untuk pemukiman kaum muslim dan lainnya. Maka, hal tersebut menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim adalah orang pertama yang membangun Masjidil Haram.” (Ibn Katsir, al-Bidayah wa an-Nihayah, bab ‘Bina’ al-Masjid al-Haram’ [Lebanon, Bayt Afkar Dauliyah, tanpa tahun] halaman 85).

Lalu, bagaimana dengan redaksi hadis Nabi Muhammad Saw tentang pendirian Masjidil Haram dan Masjid al-Aqsa berjarak 40 tahun, sebagaimana hadis yang sudah disebutkan di atas (HR Bukhari-Muslim)? Konon, Nabi Sulaiman yang disebut-sebut sebagai sosok pendiri Masjid al-Aqsa. Namun, jika diambil penafsiran Ibn Katsir bahwa Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah, pasti akan terjadi masalah. Karena, jarak antara Nabi Ibrahim dengan Nabi Sulaiman terpaut ribuan tahun.

Permasalahan ini sebetulnya sudah dijawab dengan kalimat yang panjang oleh Ibn Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah. Kendati demikian, penulis lebih tertarik mengutip ungkapan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya Zaad al-Ma’ad yang berkata:

فقال: معلوم أن سليمان بن داود هو الذي بنى المسجد الأقصى, وبينه وبين إبراهيم أكثر من ألف عام, وهذا من جهل هذا القائل, فإن سليمان إنما كان له من المسجد الأقصى تحديده, لا تأسيسه, والذي أسسه هو يعقوب بن إسحاق صلى الله عليهما وآلهما وسلم بعد بناء إبراهيم الكعبة بهذا المقدار

Artinya: “Ijma ulama menetapkan bahwa Makkah dan Madinah adalah sebidang tanah yang paling mulia. Para Imam yang tiga (Imam Abu Hanifah, Imam asy-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal) sepakat bahwa Makkah lebih utama daripada Madinah. Berbeda dengan Imam Malik yang berpendapat sebaliknya, yaitu Madinah lebih utama. Perbedaan ini terkait pada selain sebidang tanah mulia yang di sana terdapat jasad Nabi Muhammad Saw. Adapun sebidang tanah tersebut (yang terdapat jasad Nabi Saw) itu lebih utama dari seluruh langit dan bumi secara pasti.” (al-Bantani, Nur adz-Dzalam syarh Aqidah al-‘Awwam, [Surabaya, Dar al-Ilmi, tanpa tahun], halaman 28). Wallahu A’lam.

Chat Dengan Kami
built with : https://erahajj.co.id